Produk nata de coco adalah salah
satu produk pangan yang banyak diminati konsumen Indonesia dari semua kalangan.
Produk olahan nata de coco yang banyak beredar di pasaran berupa minuman
kemasan sirup -nata, puding-nata, cocktail-nata, es krim – nata, dan lain-lain.
Berbagai merk produk nata dengan berbagai variasi kemasan dan cita rasa baik
yang diproduksi oleh produsen skala besar atau skala rumahan banyak menghiasi
rak-rak di toko-toko, warung, atau supermarket. Cita rasa nya yang nikmat,
segar, mak kres dan nyus, mampu merebut pangsa pasar yang luas baik domestik
dan manca negara. Beberapa produk nata de coco yang cukup popular adalah produk
Garuda Food, Wong Coco, Inaco, dan lain-lain. Produk olahan nata de coco
merupakan salah satu produk ekspor unggulan yang mampu menyerap devisa cukup
besar bagi negara, menyerap ribuan tenaga kerja, membuka peluang usaha kecil
menengah, dan menyerap limbah cair industri pengolahan kelapa menjadi produk
bernilai ekonomis tinggi. Beberapa negara potensial pasar produk olahan nata de
coco adalah negara-negara timur tengah, Asia, Eropa, Amerika Serikat, dan
lain-lain.
Industri yang telah berkembang
puluhan tahun di Indonesia tersebut, tiba-tiba berhenti beroperasi disebabkan
kasus penggunaan ZA atau ammonium sulfat pada proses fermentasi pembuatan nata
de coco. Kasus penggerebekan salah satu produsen nata de coco di Godean,
Yogyakarta, (Maret 2015) tersebut hingga kini belum ada solusi penyelesaiannya.
Sehingga para petani atau produsen nata
de coco masih berhenti beroperasi, karena masih menunggu solusi yang ditawarkan
pemerintah. Para pakar teknologi pangan dan Dinas Kesehatan sendiri telah
menyarankan untuk menggunakan ammonium sulfat food grade (ammonium sulfat khusus
untuk produk pangan dengan kadar kemurnian yang tinggi dan bebas cemaran bahan
berbahaya). Memang, selama ini industri nata de coco di seluruh Indonesia
menggunakan ammonium sulfat non-food grade sejak dahulu hingga kini. Hingga
kini, memang belum ada laporan keluhan yang fatal akibat mengonsumsi produk
nata de coco alias aman-aman saja. Namun, anjuran penggunaan penggunaan
ammonium sulfat food grade oleh Dinas Kesehatan adalah untuk mengantisipasi efek
samping yang belum diteliti, meskipun hingga kini belum terbukti kandungan
logam berat yang signifikan. Sehingga Dinas Kesehatan menyatakan bahwa
penggunaan ammonium sulfat non food grade untuk pembuatan nata de coco tidak
dibenarkan.
Berhentinya operasi produksi
petani nata de coco menyebabkan terhentinya pasokan nata de coco ke pabrik
minuman kemasan nata de coco. Hal ini akan menyebabkan menurunya produksi nata
de coco, atau bahkan bisa berhenti sama sekali. Bagi pabrik minuman kemasan
nata de coco skala besar mungkin bisa membuat solusi memproduksi nata de coco
dengan ammonium sulfat food grade yang harus
diimpor dari negara lain meski harus dengan harga yang mahal. Namun, kebutuhan
yang besar bahan baku nata de coco tentu tidak bisa diproduksi sendiri dan
tetap membutuhkan pasokan dari para pemasok yang dikumpulkan dari para petani
nata de coco. Hingga kini, para petani nata de coco belum menemukan dimana harus
membeli ammonium sulfat food grade, dan harga layak atau tidak, mereka belum
tau. Terhentinya pasokan nata de coco ke pabrik minuman, memungkinkan pabrik
melakukan impor produk nata de coco mentahan dari negara lain. Namun, apakah
nata de coco impor tersebut dapat menjamin menggunakan ammonium sulfat food
grade.
Pemerintah harus memberikan
solusi, jangan sampai industri yang telah memberikan manfaat besar bagi bangsa
Indonesia menjadi mati atau gulung tikar. Para pelaku usaha nata de coco yang
jumlah nya ribuan tersebar di seluruh Indonesia juga berhak mendapatkan
perhatian dari pemerintah. Jika memang solusinya harus menggunakan ammonium
sulfat food grade, maka pemerintah bisa menyediakan bahan tersebut dengan harga
yang terjangkau, mungkin dengan cara menunjuk salah satu perusahaan untuk
memproduksinya di dalam negeri atau impor. Jika pemerintah tidak memberikan
solusi, alangkah sayangnya jika industri nata de coco harus gulung tikar dan
banyak orang yang kehilangan pekerjaannya. Dan, kita akan hanya menjadi pasar bagi
produk-produk luar negeri masuk ke Indonesia.
Menyongsong pasar bebas ASEAN
yang akan diberlakukan akhir tahun ini, mestinya kita butuh persiapan yang
prima. Industri-industri di dalam negeri harus dipersiapkan agar bisa bersaing
baik secara kualitas maupun harga yang kompetitif. Dan, harusnya produk nata de
coco menjadi produk unggulan Indonesia karena sumber daya tersedia melimpah.
Menhadapi pasar bebas ASEAN, sekstor bisnis harus diberi dukungan dan kemudahan
dalam kegiatan produksi dan pemasaran dan sosialiasi secara gencar kepada
masyarakat. Saat ini, perijinan usaha di Indonesia banyak dikeluhkan cukup
rumit. Bagi usaha kecil menengah, perijinanan usaha dan sertifikasi produk
menjadi beban cukup berat untuk memulai wirausaha bagi para pemula apalgi
dengan keterbatasan modal. Di negara seperti Malaysia, Singapura, pemerintahnya
sangat memberi kemudahan dalam pengembangan dunia usaha. Memang, pemerintah
punya kewenangan untuk melakukan regulasi/pengawasan terhadap perdagangan dan
industri di suatu negara. Namun, jangan sampai prosedur birokrasi itu terlalu menyulitkan dunia usaha khususnya industri kecil
menengah. Pengembangan usaha kecil menengah penting dioptimalkan agar negara
ini tidak semakin dikuasai oleh kapitalisme yang semakin menggurita. Pengembangan
ekonomi yang berbasis kerakyatan menjadi penopang stabilitas perekonomian suatu
negara.
Jual Bakteri Acetobacter xylinum
085741862879
0 komentar:
Posting Komentar