Daging sapi
adalah salah satu produk peternakan yang permintaannya selalu meningkat dari
tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia. Rendahnya
produksi daging sapi nasional, menyebabkan sebagian besar kebutuhan masih impor
dari lain. Impor terbesar daging sapi Indonesia berasal dari negara Australia.
Impor daging sapi ini memiliki menjadi polemik yang perlu mendapat perhatian
serius. Impor daging sapi bertujuan menetralisir permintaan konsumen dengan
harga yang terjangkau, di sisi lain kebijakan impor tidak berpihak kepada
sektor peternakan di dalam neger, selain itu daging sapi impor juga berdampak
munculnya daging sapi non-halal karena disembelih tanpa menggunakan Syariat
Islam.
Banyak negara
yang masih belum memperhatikan penerapan Syariat Islam dalam pemotongan hewan
sapi maupun hewan unggas, sedangkan Indonesia sebagai konsumen adalah negeri
berpenduduk muslim terbesar di dunia dimana agama Islam memerintahkan agar
makan dan minum yang halal dan toyib. Oleh karena itu penting sekali para
importir memperhatikan hal ini, sehingga masyarakat Indonesia sebagai konsumen
tidak terdzalimi. Daging sapi yang diimpor dari negara lain harus bersertifikasi
halal yang memenuhi standar aturan yang ditetapkan oleh lembaga MUI yang
berwenang di Indonesia. Di Indonesia sendiri masih banyak rumah pemotongan
hewan (RPH) yang belum memperhatikan hal ini. Oleh karena itu perlu adanya
sosialisasi dan pelatihan pemotongan hewan sesuai syar’i.
Rumah pemotogan
hewan (RPH) merupakan tempat penyedia daging sapi dan hewan ternak lainnya.
Oleh karena itu, RPH memiliki peran penting dalam menyediakan daging hewan
halal. Penyembelihan hewan ternak diatur oleh undang-undang No. 18 tahun 2009,
Tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan,
Pasal 61 yo Pasal 63 : “Pemotongan hewan
yang dagingnya diedarkan harus dilakukan di rumah potong dan mengikuti cara penyembelihan yang memenuhi kaidah
kesehatan masyarakat veteriner dan kesejahteraan hewan, harus
memperhatikan kaidah agama dan unsur
kepercayaan masyarakat”. Sedangkan pada pasal 66 ayat 1:2f menyebutkan bahwa:
“Untuk kepentingan kesejahteraan hewan
dilakukan tindakan yang berkaitan dengan penangkapan dan penanganan, penempatan
dan pengandangan, pemeliharaan dan perawatan, pemotongan dan pembunuhan, serta
perlakuan dan pengayoman yang wajar terhadap hewan. Pemotongan dan pembunuhan
hewan dilakukan dengan sebaik baiknya sehingga hewan bebas dari rasa sakit,
rasa takut dan tertekan, penganiayaan dan penyalahgunaan”.
Untuk
menghasilkan produk yang halal, maka RPH harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut: fasilitas RPH dikhususkan untuk produksi daging hewan halal (tidak
bercampur dengan pemotongan untuk hewan tidak halal), lokasi RPH harus terpisah
dari RPH / peternakan babi (minimal radius 5 km) serta tidak terjadi
kontaminasi silang antara RPH halal dan RPH/peternakan babi, fasilitas RPH
dirancang sedemikian rupa agar produk (karkas/daging/jeroan/kulit) yang halal
tidak terkontaminasi dengan produk non halal maupun dengan barang haram dan
najis.
Untuk
menghasilkan daging sapi yang baik, maka sebelum proses penyembelihan, hewan
yang akan disembelih harus diberi waktu istirahat yang cukup dan mengikuti
kaidah kesejahteraan hewan yang berlaku, dilakukan pemeriksaan oleh lembaga
yang memiliki kewenangan, rekaman hewan mati sebelum sempat disembelih harus
disimpan dan dipelihara. Sebelum dilakukan penyembelihan sapi, dapat dilakukan
pemingsanan (stunning) terlebih dahulu, dengan persyaratan: stunning hanya
menyebabkan hewan pingsan sementara, tidak menyebabkan hewan mati sebelum
disembelih, tidak menyebabkan cedera permanen atau merusak organ hewan,
khususnya sistem syaraf pusat (ssp), tidak menyebabkan hewan kesakitan, bertujuan
untuk mempermudah penyembelihan. Metode/ peralatan stunning harus divalidasi,
jika proses pemingsanan, hewan dapat bangkit kembali, maka proses pemingsanan
sudah benar. Tetapi jika hewan tidak bangkit lagi dan terus mati, maka proses
pemingsanan tidak dapat diterima serta metode dan/atau peralatannya harus
diperbaiki. Peralatan stunning tidak digunakan antara hewan halal dan non
halal. Petugas pemingsanan harus memastikan peralatan stunning dalam kondisi
baik setiap akan memulai proses penyembelihan.
Pelaksanaan
stunning harus dilakukan verifikasi secara berkala sesuai dengan metode dan parameter yang telah
disetujui. Supervisor halal harus memastikan bahwa pemingsanan tidak
menyebabkan kematian pada hewan sebelum disembelih, yaitu dengan memastikan
adanya gerakan hewan (seperti reflek pupil dan reflek kelopak mata) sebagai
tanda hidupnya hewan. Harus dibuat rencana pemeliharaan/maintenance untuk
peralatan stunning dengan mengacu pada pedoman pemeliharaan dari pabrik pembuat
peralatan stunning. Maintenance peralatan stunning harus dilaksanakan sesuai
dengan jadwal yang telah ditetapkan dalam rencana maintenance. Validasi
peralatan stunning dengan menggunakan instrumen yang telah terkalibrasi.
Validasi dilakukan oleh personil yang kompeten minimal dua kali dalam setahun
rekaman hasil validasi harus disimpan dan dipelihara. Tahapan-tahapan proses
penyembelihan untuk mendapatkan daging sapi halal adalah sebagai berikut:
a. Metode pemingsanan
1)
Bovine (hewan berukuran besar, seperti sapi,
kerbau, banteng): electrical (head only) stun, pneumatic percussive stun dan
non penetrative (mushroom head) stun
2)
Ovine (hewan berukuran kecil seperti kambing,
domba dll) dan calf (anak sapi): electrical (head only) stun Unggas: electrical
water bath
b. Teknik Penyembelihan
1) Penyembelih
hewan menyebut nama Allah dengan mengucapkan “Bismillaahi allaahu akbar” atau
“bismillaahir rahmaanir rahiim” yang diucapkan untuk tiap individu hewan.
2) Posisi
hewan ketika disembelih terbaring atau tergantung, dan penyembelihan harus
dilakukan dengan cepat.
3) Wajib
terpotongnya 3 (tiga) saluran, yaitu pembuluh darah (wadajain/vena jugularis
dan arteri carotids di sisi kiri dan kanan), saluran makanan
(mari’/esophagus), dan saluran pernafasan (hulqum/trachea).
4) Proses
penyembelihan harus dilakukan secara cepat dan tepat sasaran tanpa mengangkat
pisau sebelum 3 saluran pada leher terputus.
5) Proses
penyembelihan dilakukan dari leher bagian depan dan tidak memutus tulang leher.
6) Jika
dilakukan proses pemingsanan terlebih dahulu, penyembelihan harus dilakukan
sebelum hewan sadar.
7) Supervisor
halal harus memastikan terpotongnya tiga saluran, serta darah hewan berwarna
merah dan mengalir deras saat disembelih.
8) Hewan
yang akan disembelih dianjurkan untuk dihadapkan ke arah kiblat.
c. Petugas penyembelih
Petugas
penyembelih harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1)
Beragama islam dan taat beribadah
2)
Berumur minimal 18 tahun
3)
Berbadan sehat dan memiliki catatan kesehatan
yang baik
4)
Memahami tata cara penyembelihan sesuai syari’at
islam
5)
Lulus pelatihan penyembelihan halal yang
dilakukan oleh lembaga islam/ lembaga sertifikasi halal atau lembaga yang
berwenang lainnya
6)
Memiliki kartu identitas sebagai penyembelih
halal dari lembaga sertifikasi halal yang diakui oleh MUI atau lembaga yang
mempunyai wewenang dalam sertifikasi halal
7)
Jumlah petugas penyembelih harus memadai sesuai
dengan jumlah hewan yang disembelih per hari (skala produksi) dan ruang lingkup
pemotongan, setidaknya harus tersedia dua orang petugas penyembelih pada setiap
lini penyembelihan
8)
Untuk hewan berukuran kecil, seperti kambing dan
domba, jika RPH menyembelih lebih dari 4000 ekor dalam satu lini, maka
setidaknya harus tersedia tiga orang petugas penyembelih pada setiap lini
penyembelihan
9)
Untuk hewan berukuran besar, seperti sapi,
kerbau, banteng, jika RPH menyembelih lebih dari 150 ekor dalam satu lini, maka
setidaknya harus tersedia tiga orang petugas penyembelih pada setiap lini
penyembelihan
d. Pasca penyembelihan
1)
Supervisor halal harus melakukan pemeriksaan
untuk memastikan hewan mati sebelum dilakukan penanganan atau proses
selanjutnya
2)
Ciri-ciri kematian yaitu berhentinya aktivitas
otak yang ditandai dengan hilangnya reflek pupil, reflek kelopak mata
(palpebrae), reflek cubit (kejang), reflek pukul
3)
Ruang/lokasi penanganan karkas dan jeroan harus
dipisah.
4)
Karkas dan jeroan yang berasal dari hewan yang
disembelih tidak memenuhi persyaratan halal maka harus dipisah dan diperlakukan
sebagai daging non halal.
5)
Pemeriksaan post mortem harus dilakukan oleh
petugas yang berwenang.
6)
Rekaman karkas dan jeroan yang tidak memenuhi
persyaratan halal harus disimpan dan dipelihara.
7)
Khusus untuk penggunaan alat pemingsan mekanis
(percussive pneumatic stun atau mushroom head stun), supervisor halal harus
melakukan pemeriksaan kerusakan tengkorak (broken skull), serta rekamannya
harus disimpan dan dipelihara. Electrical stimulation yang digunakan untuk
mempercepat keluarnya darah dan menghindari gerakan hewan yang membahayakan
bagi penyembelih diperbolehkan sepanjang tidak mematikan
8)
Sapi yang telah disembelih, dikuliti dan
dikeluarkan jeroannya, kemudian karkas dibelah menjadi dua bagian yaitu karkas
tubuh bagian kiri dan karkas tubuh bagian kanan. Karkas dipotong-potong menjadi
sub-bagian leher, paha depan, paha belakang, rusuk dan punggung.
e. Penanganan dan penyimpanan
1) Karkas/daging/jeroan
halal dan non halal harus ditangani dan disimpan pada tempat yang terpisah
2) Karkas/daging/jeroan
halal harus ditangani dan disimpan dengan baik untuk menghindari kontaminasi
silang dengan bahan najis dan cemaran lainnya
3) Jika
terdapat produk yang tidak memenuhi persyatan halal, maka harus dilakukan
penandaan sebagai produk non halal sehingga memudahkan untuk penelusuran balik
(traceability) atas produk yang
bersangkutan.
4) Jika
terdapat produk yang tidak memenuhi persyatan halal, maka penyimpanan
dilakukan dengan memberi warna rak yang berbeda untuk produk halal dan non
halal, serta mencantumkan tanda “halal” dan “non halal” di masing-masing rak.
5) Rekaman
karkas/daging/jeroan non halal harus disimpan dan dipelihara.
f. Pengemasan dan pelabelan
1)
Pemberian identitas halal dicantumkan pada
kemasan produk sebelum memasuki ruang/gudang penyimpanan.
2)
Label harus secara spesifik menjelaskan
perbedaan halal dan non halal (jika ada).
3)
Proses pengiriman daging/jeroan harus disertai
dengan label, mulai dari penyiapan (seperti pengepakan dan pemasukan ke dalam
kontainer), pengangkutan (seperti pengapalan/ shipping), hingga penerimaan.
4)
Label sekurang-kurangnya harus memuat informasi.
0 komentar:
Posting Komentar