Jual Mikroba Saccharomyces cereviceae,
Zimomonas mobilis, Enzim alfa amylase, gluco amylase
Zimomonas mobilis, Enzim alfa amylase, gluco amylase
087731375234
Bioetanol merupakan salah satu bahan bakar nabati yang saat ini
diharapkan mampu menjadi solusi menipispisnya cadangan bahan bakar minyak bumi
(BBM) yang kian menipis. Harga bahan bakar minyak bumi dunia kian meroket yang
memungkinkan terjadi krisis energi, sehingga kita perlu melakukan efesiensi
penggunaan BBM dan pengembangan energi alternatif untuk bisa menyubstitusi BBM.
Pengembangan bioetanol di Indonesia memang belum maksimal, namun perlahan tapi
pasti, bioetanol akan semakin dibutuhkan dan menjadi peluang bisnis yang
menjanjikan.Indonesia sangat potensial untuk menjadi produsen bioetanol, karena
ketersediaan bahan baku yang melimpah dan lahan yang masih luas untuk
menghasilkan bahan baku bioetanol. Bioetanol mempunyai kelebihan selain ramah
lingkungan, penggunaannya sebagai campuran BBM terbukti dapat mengurangi emisi
karbon monoksida dan asap lainnya dari kendaraan.
Tumbuhan yang potensial untuk menghasilkan bioetanol antara lain
tanaman yang memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti: singkong, tebu, nira,
aren, sorgum, batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung, jerami, sagu,
siwalan, nipah, dan lain-lain. Pemilihan jenis bahan baku tersebut disesuaikan
dengan potensi lokasi produksi, harga, efesiensi produksi, atau kualitas. Baku
pembuatan bioetanol ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: bahan sukrosa
(nira, tebu, nira nipah, nira sargum manis, nira kelapa, nira aren, dan sari
buah mete), bahan berpati (bahan yang mengandung pati atau karbohidrat seperti
tepung ubi, tepung ubi ganyong, sorgum biji, jagung, cantel, sagu, ubi kayu,
ubi jalar, dan lain–lain, dan bahan berselulosa/lignoselulosa (tanaman yang
mengandung selulosa /serat seperti kayu, jerami, batang pisang, dan lain-lain.
Dari ketiga jenis bahan baku tersebut, bahan berselulosa merupakan bahan yang
jarang digunakan dan cukup sulit untuk dilakukan. Hal ini karena adanya lignin
yang sulit dicerna sehingga proses pembentukan glukosa menjadi lebih sulit dan
sedikit. Bioetanol berbahan baku singkong sangat potensial di Indonesia, karena
singkong memiliki produktifitas yang cukup tinggi. Indonesia adalah salah satu
negara penghasil singkong terbesar di dunia. Singkong memiliki kadar patinya
25-30%. Sedangkan jagung 70 % dan tebu 55 %.
Ethanol merupakan senyawa Hidrokarbon dengan gugus Hydroxyl
(-OH) dengan 2 atom karbon (C) dengan rumus kimia C2H5OH.
Secara umum Ethanol lebih dikenal sebagai Etil Alkohol. Secara umum ethanol
biasa digunakan sebagai bahan baku industri turunan alkohol, campuran untuk
miras, bahan dasar industri farmasi, kosmetika dan kini sebagai campuran bahan
bakar untuk kendaraan bermotor. Mengingat pemanfaatan ethanol beraneka ragam,
sehingga grade ethanol yang dimanfaatkan harus berbeda sesuai dengan
penggunaannya. Untuk ethanol yang mempunyai grade 90-95% biasa digunakan pada
industri, sedangkan ethanol/bioethanol yang mempunyai grade 95-99% atau disebut
alkohol teknis dipergunakan sebagai campuran untuk miras dan bahan dasar
industri farmasi. Sedangkan grade ethanol/bioethanol yang dimanfaatkan sebagai
campuran bahan bakar untuk kendaraan bermotor harus betul-betul kering dan
anhydrous supaya tidak menimbulkan korosif, sehingga ethanol/bio-ethanol harus
mempunyai grade tinggi antara 99,6-99,8 % (Full Grade Ethanol = FGE). Perbedaan
besarnya grade akan berpengaruh terhadap proses konversi karbohidrat menjadi
gula (glukosa) larut air.
Produksi ethanol/bioethanol (atau alkohol) dengan bahan baku
tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat, dilakukan melalui proses
konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air. Konversi bahan baku
tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat dan tetes menjadi bioethanol.
Glukosa dapat dibuat dari pati-patian, proses pembuatannya dapat dibedakan
berdasarkan zat pembantu yang dipergunakan, yaitu Hydrolisa asam dan Hydrolisa
enzyme. Berdasarkan kedua jenis hydrolisa tersebut, saat ini hydrolisa enzyme
lebih banyak dikembangkan, sedangkan hydrolisa asam (misalnya dengan asam
sulfat) kurang dapat berkembang, sehingga proses pembuatan glukosa dari
pati-patian sekarang ini dipergunakan dengan hydrolisa enzyme. Dalam proses
konversi karbohidrat menjadi gula (glukosa) larut air dilakukan dengan
penambahan air dan enzyme; kemudian dilakukan proses peragian atau fermentasi
gula menjadi ethanol dengan menambahkan yeast atau ragi. Reaksi yang terjadi
pada proses produksi ethanol/bio-ethanol secara sederhana ditujukkan pada
reaksi 1 dan 2.
H2O
(C6H10O5)n
----------------------------N C6H12O6 (1)
enzyme
(pati)
------------------------------------ (glukosa)
(C6H12O6)n
----------------------------2 C2H5OH + 2 CO2. (2)
yeast
(ragi)
(glukosa)
-------------------------------- (ethanol)
Selain ethanol/bioethanol dapat diproduksi dari bahan baku
tanaman yang mengandung pati atau karbohydrat, juga dapat diproduksi dari bahan
tanaman yang mengandung selulosa (mis: jerami padi), namun dengan adanya lignin
mengakibatkan proses penggulaannya menjadi lebih sulit, sehingga pembuatan
ethanol/bioethanol dari selulosa sementara ini tidak kami rekomendasikan.
Meskipun teknik produksi ethanol/bioethanol merupakan teknik yang sudah lama
diketahui, namun ethanol/bioethanol untuk bahan bakar kendaraan memerlukan
ethanol dengan karakteristik tertentu yang memerlukan teknologi yang relatif
baru di Indonesia antara lain mengenai neraca energi (energy balance) dan
efisiensi produksi, sehingga penelitian lebih lanjut mengenai teknologi proses
produksi ethanol masih perlu dilakukan. Secara singkat teknologi proses
produksi ethanol/bioethanol tersebut dapat dibagi dalam tiga tahap, yaitu
Persiapan Bahan Baku,Liquefikasi dan Sakarifikasi,Fermentasi,Distilasi,dan
Dehidrasi.
I.
Persiapan Bahan Baku
Bahan
baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang
secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum
manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn),
singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya. Singkong
yang telah dikupas dan dibersihkan dihancurkan untuk memecahkan susunan
tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik.
II.
Liquifikasi dan Sakarifikasi
Kandungan
karbohidrat berupa tepung atau pati pada bahan baku singkong dikonversi menjadi
gula komplex menggunakan Enzym Alfa Amylase melalui proses pemanasan
(pemasakan) pada suhu 90 derajat celcius (hidrolisis). Pada kondisi optimum
Enzym Alfa Amylase bekerja memecahkan struktur tepung secara kimia menjadi gula
komplex (dextrin). Proses Liquifikasi selesai ditandai dengan parameter dimana
bubur yang diproses berubah menjadi lebih cair seperti sup. Sedangkan proses
Sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan
tahapan sebagai berikut :
-Pendinginan
bubur sampai mencapai suhu optimum Enzym Glukoamylase bekerja.
-Pengaturan
pH optimum enzim.
-Penambahan
Enzym Glukoamilase secara tepat dan mempertahankan pH serta temperatur pada
suhu 60 derajat celcius hingga proses Sakarifikasi selesai (dilakukan dengan
melakukan pengetesan kadar gula sederhana yang dihasilkan).
III.
Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah telah berubah menjadi gula
sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dengan kadar gula berkisar antara 5
hingga 12 %. Tahapan selanjutnya adalah mencampurkan ragi (yeast) pada cairan
bahan baku tersebut dan mendiamkannya dalam wadah tertutup (fermentor) pada
kisaran suhu optimum 27 s/d 32 derajat celcius selama kurun waktu 5 hingga 7
hari (fermentasi secara anaerob). Keseluruhan proses membutuhkan ketelitian
agar bahan baku tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Dengan kata
lain,dari persiapan baku,liquifikasi,sakarifikasi,hingga fermentasi harus pada
kondisi bebas kontaminan. Selama proses fermentasi akan menghasilkan cairan etanol/alkohol
dan CO2. Hasil dari fermentasi berupa cairan mengandung alkohol/ethanol
berkadar rendah antara 7 hingga 10 % (biasa disebut cairan Beer). Pada kadar
ethanol max 10 % ragi menjadi tidak aktif lagi,karena kelebihan alkohol akan
beakibat racun bagi ragi itu sendiri dan mematikan aktifitasnya.
IV.
Distilasi.
Distilasi
atau lebih umum dikenal dengan istilah penyulingan dilakukan untuk memisahkan
alkohol dalam cairan beer hasil fermentasi. Dalam proses distilasi, pada suhu
78 derajat celcius (setara dengan titik didih alkohol) ethanol akan menguap
lebih dulu ketimbang air yang bertitik didih 95 derajat celcius. Uap ethanol
didalam distillator akan dialirkan kebagian kondensor sehingga terkondensasi
menjadi cairan ethanol. Kegiatan penyulingan ethanol merupakan bagian
terpenting dari keseluruhan proses produksi bioethanol. Dalam pelaksanaannya
dibutuhkan tenaga operator yang sudah menguasai teknik penyulingan ethanol.
Selain operator, untuk mendapatkan hasil penyulingan ethanol yang optimal
dibutuhkan pemahaman tentang teknik fermentasi dan peralatan distillator yang
berkualitas.
Penyulingan
ethanol dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara :
1.
Penyulingan menggunakan teknik dan distillator tradisional (konvensional).
Dengan cara ini kadar ethanol yang dihasilkan hanya berkisar antara antara 20
s/d 30 %.
2.
Penyulingan menggunakan teknik dan distillator model kolom reflux (bertingkat).
Dengan cara dan distillator ini kadar ethanol yang dihasilkan mampu mencapai
90-95 % melalui 2 (dua) tahap penyulingan.
V.
Dehidrasi
Hasil
penyulingan berupa ethanol berkadar 95 % belum dapat larut dalam bahan bakar
bensin. Untuk substitusi BBM diperlukan ethanol berkadar 99,6-99,8 % atau
disebut ethanol kering. Untuk pemurnian ethanol 95 % diperlukan proses
dehidrasi (distilasi absorbent) menggunakan beberapa cara,antara lain : 1. Cara
Kimia dengan menggunakan batu gamping 2. Cara Fisika ditempuh melalui proses
penyerapan menggunakan Zeolit Sintetis. Hasil dehidrasi berupa ethanol berkadar
99,6-99,8 % sehingga dapat dikatagorikan sebagai Full Grade Ethanol
(FGE),barulah layak digunakan sebagai bahan bakar motor sesuai standar
Pertamina. Alat yang digunakan pada proses pemurnian ini disebut Dehidrator.
V.
Hasil samping penyulingan ethanol.
Akhir
proses penyulingan (distilasi) ethanol menghasilkan limbah padat (sludge) dan
cair (vinase). Untuk meminimalisir efek terhadap pencemaran lingkungan, limbah
padat dengan proses tertentu dirubah menjadi pupuk kalium,bahan pembuatan
biogas,kompos,bahan dasar obat nyamuk bakar dan pakan ternak. Sedangkan limbah
cair diproses menjadi pupuk cair. Dengan demikian produsen bioethanol tidak
perlu khawatir tentang isu berkaitan dengan dampak lingkungan.
0 komentar:
Posting Komentar