Krisis
pangan dapat mengancam setiap negara yang disebabkan oleh gagal panen atau
pengelolaan sumber daya alam yang kurang baik. Oleh karena itu pentingnya upaya
untuk mengantisipasi krisis pangan dengan cara meningkatkan produksi pangan
baik hewani maupun nabati, meningkatkan diversifikasi / inovasi produk pangan melalui
pengembangan teknologi proses pengolahan hasil pertanian. Masyarakat harus
diberikan pelatihan dan akses permodalan agar dapat mengelola sumber daya alam
dengan baik sehingga memberikan kontribusi dalam meningkatkan ketahanan pangan
nansional. Teknologi tepat guna sangat efektif untuk membantu meningkatkan
nilai tambah produk pertanian dan dapat diaplikasikan untuk mengembangkan
ekonomi kerakyatan.
Salah satu
komoditas pertanian yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia adalah
beras. Beras adalah makanan pokok bagi bangsa Indonesia. Menurunnya
produktifitas komoditas pertanian seringkali menyebabkan bangsa kita harus
mengimpor dari negara lain, termasuk komoditas beras kita masih sebagian harus
mengimpor dari negara lain. Selain komoditas beras, kita juga masih menjadi
pengimpor produk-produk pertanian yang lain seperti tepung gandum/terigu,
kedelai, jagung, daging unggas dan ruminansia, dan lain-lain.
Untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional,
maka penting sekali mengembangkan produk olahan dari umbi-umbian yang merupakan
sumber karbohidrat dan nutrisi lainnya. Di Indonesia terdapat berbagai jenis
umbi-umbian yang umum dikonsumsi oleh masyarakat kita diantaranya adalah ubi
jalar, singkong, gadung, gembili, dan lain-lain. Ubi jalar, singkong, dan
gadung banyak diolah menjadi aneka produk makanan camilan seperti ceriping,
getuk, dan lain-lain. Dalam skala industri, ubi jalar dan singkong telah banyak
diolah menjadi biotanol, tepung mocaf, tapioka, gula cair. Sedangkan gadung
telah diolah menjadi tepung gadung. Produk olahan keripik gadung sudah sangat
populer di Indonesia dan banyak diminati konsumen. Produk olahan umbi-umbian
dapat Dioscorea hispida) banyak
terdapat di Indonesia diantaranya di Jawa, Sumatera, Kalimantan dan lain-lain.
Di Kalimantan produksi gadung cukup tinggi. Tanaman gadung merupakan tanaman
yang menjalar atau memanjat pada tiang rambatan atau pohon. Tanaman ini
memiliki batang bulat, berduri yang tersebar sepanjang batang dan tangkai daun.
Umbinya bulat diliputi rambut akar yang besar dan kaku. Kulit umbi berwarna kecoklatan,
daging umbinya berwarna putih. Daunnya merupakan daun majemuk terdiri dari 3
helai daun. Bunga berbentuk tandan, tersusun dalam ketiak daun.
Panen dapat dilakukan setelah tanaman berumur 12 bulan. Caranya
adalah dengan menggali, mengangkat, dan memotong umbi agar terpisah dari
tajuknya. Panen terdiri dari panen pertama (first
harvest) dan panen kedua (second
harvest). Panen pertama dilakukan pada saat pertengahan bulan, kirakira 45
bulan sesudah tanam, secara hati-hati agar tidak merusak system perakaran,
tanah digali di sekeliling tanaman dan umbi diangkat.Setelah dipanen, umbi segar dipanaskan (curing) pada suhu 29-32 C dengan kelembaban relatif (relative humidity) yang tinggi untuk membantu
meningkatkan cork dan pengobatan luka pada kulit umbi. Terdapat 3 faktor yang
diperlukan agar penyimpanan berlangsung efektif, yaitu: Aerasi harus dijaga dengan baik untuk menjaga
kelembaban kulit umbi, sehingga mengurangi serangan mikroorganisme. Aerasi juga
diperlukan agar umbi dapat berespirasi atau bernafas dan menghilangkan panas
akibat respirasi tersebut; 2) suhu harus dijaga antara 12-15 C, penyimpanan
dengan suhu yang lebih rendah menyebabkan kerusakan umbi (deterioration) dan warna umbinya berubah menjadi abu-abu. Sedangkan
penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi membuat respirasi menjadi tinggi yang
menyebabkan umbi kehilangan banyak berat keringnya. Secara tradisional, petani
menyimpan umbi pada ruang yang teduh atau tertutup; 3) pengawasan harus
dilakukan secara teratur yaitu umbi yang rusak harus segera dikeluarkan sehingga
tidak menginfeksi yang lain.
Kandungan bahan kimia umbi Dioscorea hispida antara lain adalah; alkaloida, saponin,
ilavonoida dan tanin. Sebagian besar spesies umbi-umbian uwi mengandung saponin
steroidal dan sapogenin seperti diosgenin yang merupakan bahan industri untuk
sintesis berbagai jenis steroid. Steroid bermanfaat sebagai anti peradangan,
andorgenik, dan esterogenik. Steroid dari golongan uwi-uwian juga bersifat
sitotoksik. Golongan dioscorea juga mengandung senyawa bioaktif dioscorin yang
meskipun memiliki sifat sebagai racun merupakan protein yang berfungsi sebagai
antioksidan dan antihipertensi.
Hal yang sangat penting untuk diperhatikan ketika mengolah
umbi gadung adalah menghilangkan racun yang berada pada umbi tersebut yaitu HCN
dan Dioscorin. Racun ini cukup berbahaya jika terlalu tinggi dikonsumsi oleh manusia.
Dioscorin (C13 H19 O2N) merupakan senyawa alkaloid yang bersifat racun jika
terkonsumsi oleh manusia dalam kadar yang rendah akan menyebabkan pusing. Efek yang
timbulkan oleh racun dioscorin yang pertama berupa rasa tidak nyaman di
tenggorokan, yang berangsur menjadi rasa terbakar, diikuti oleh pusing, muntah
darah, mengantuk dan kelelahan. Kandungan HCN atau asam sianidi juga merupakan
racun yang berbahaya apabila dikonsumsi oleh manusia dalam jumlah yang melebihi
toleransi maka dapat menyebabkan kematian. Kandungan HCN pada gadung
bervariasi, diperkirakan rata-rata dalam gadung yang menyebabkan keracunan di
atas 50 mg/kg. Bahaya HCN pada kesehatan terutama pada sistem pernapasan, di
mana oksigen dalam darah terikat oleh senyawa HCN dan terganggunya sistem
pernapasan (sulit bernapas). HCN dapat menyebabkan kematian jika pada dosis
0,5-3,5 mg HCN/kg berat badan. Gejala umum keracunan HCN adalah pusing, dan
mual.
Proses menghilangkan racun pada umbi gadung
tersebut dapat dilakukan secara sederhana yaitu dengan melumuri gadung yang
telah diiris tipis-tipis menjadi chips atau sawut selama kurang lebih 6 hari,
kemudian dicuci bersih dan dijemur. Selain itu, untuk membantu mengurangi kadar
racun gadung tersebut juga dapat dilakukan blanching atau pengukusan kurang
lebih 1 menit. Selain itu, proses fermentasi dengan menggunakan bakteri asam
laktat (lactobacillus sp.) dapat membantu mengurangi kadar racun pada gadung
dan meningkatkan kandungan nutrisi gadung. Dengan proses tersebut mampu
menurunkan kadar racun 80-90 % sehingga dihasilkan produk yang aman untuk
dikonsumsi.
Tepung
gadung merupakan komoditas yang sangat potensial untuk dikembangkan yang
diharapkan mampu untuk menyubstitusi ketergantungan terigu impor. Konsumsi
produk tepung-tepungan di Indonesia sangat tinggi, seiring dengan berkembangnya
berbagai industri makanan berbasis tepung seperti kue, roti, bakso, mie, dan
aneka produk makanan camilan. Impor
terigu Indonesia sangat tinggi, sehingga semakin lama akan semakin bergantung
kepada terigu impor jika tidak dicarikan solusi. Mengolah umbi-umbian menjadi
tepung adalah solusi yang sangat tepat mengatasi ketergantungan tepung terigu.
Peran pemerintah sangat penting untuk memberikan dukungan baik teknologi,
modal, motivasi melalui pelatihan-pelatihan, dan akses pemasaran.
0 komentar:
Posting Komentar